Minggu, 11 April 2010

PERADABAN ISLAM 2

Pokok Ajaran Dalam Isi Kandungan AlQuran

  1. Tauhid - Keimanan terhadap Allah SWT
    2. Ibadah - Pengabdian terhadap Allah SWT
    3. Akhlak - Sikap & perilaku terhadap Allah SWT, sesama manusia dan makhluk lain
    4. Hukum - Mengatur manusia
    5. Hubungan Masyarakat - Mengatur tata cara kehidupan manusia
    6. Janji Dan Ancaman - Reward dan punishment bagi manusia
    7. Sejarah - Teledan dari kejadian di masa lampau


     

Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin

Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan

Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.


 

Tsaqofah Islamiyyah

Syaikh Taqiyddin An-Nabhani
dalam Asy-Syakhshiyyah Islamiyyah, Jilid I, halaman 211, mendefinisikan Tsaqofah Islamiyyah sebagai pengetahuan yang titik tolak pembahasannya adalah aqidah Islam. Baik pengetahuan itu mencakup serta membahas aqidah Islam itu sendiri seperti ilmu tauhid, ataupun pengetahuan itu didasarkan atas aqidah Islam seperti tafsir, hadits, dan fiqh; ataupun pengetahuan yang mutlak diperlukan untuk memahami hukum-hukum yang lahir dari aqidah Islam, yakni pengetahuan yang wajib dimiliki untuk berijtihad, seperti ilmu-ilmu bahasa Arab, mustholah hadits, dan ilmu ushul fiqh.

Tsaqofah Islamiyyah seluruhnya bersumber kepada al-Qur'an dan as-Sunnah. Semua cabang Tsaqofah Islamiyyah muncul dari kedua sumber ini secara langsung, atau melalui pemahamannya. Bahkan, al-Qur'an dan as-Sunnah sendiri merupakan bagian Tsaqofah Islamiyyah, dan aqidah Islam mewajibkan setiap muslim untuk berpegang teguh kepada keduanya serta mengamalkannya. al-Qur'an diturunkan Rasulullah memang untuk diterangkan kepada manusia, sebagaimana firman Allah SWT:

"Dan Kami turunkan kepada (Rasulullah) al-Qur'an agar kamu menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan agar supaya mereka berpikir." (Qs. an-Nahl [16]: 44).

Sedangkan Allah SWT telah mewajibkan kaum muslimin untuk mengambil apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Firman Allah SWT:

"Dan apa-apa yang didatangkan Rasul kepadamu maka ambillah, dan apa-apa yang dlarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat keras siksanya" (Qs. al-Hasyr [59]: 7).

Lafadz "maa" di atas bersifat umum. Artinya, mencakup seluruh ide, hukum-hukum dan pemecahan-pemecahan atas problema manusia, yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Sedangkan makna mengambil apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah Saw, tidak mungkin terlaksana tanap memahami dan mempelajari tersebih dahulu apa yang dibawa oleh Rasulullah itu. Usaha memahami al-Qur'an dan as-Sunnah membuahkan pengetahuan Islam tentang al-Qur'an dan as-Sunnah, juga membuahkan cabang-cabang pengetahuan Islam. Akhirnya, Tsaqofah Islamiyyah memiliki pengertian tersendiri, yaitu al-Qur'an, as-Sunnah, bahasa Arab, Sharaf, Nahwu, Balaghah, Tafsir, Hadits, Mustholah Hadits, Fiqh, Ushul Fiqh, dan cabang-cabang pengetahuan Islam lainnya.


 

Fiqih

Fiqih atau fiqh (bahasa Arab:ﻓﻘﻪ) adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya.[1] Beberapa ulama fiqih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fiqih sebagai pengetahuan seorang muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba Allah.

Fiqih membahas tentang cara bagaimana cara tentang beribadah, tentang prinsip Rukun Islam dan hubungan antar manusia sesuai dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Dalam Islam, terdapat 4 mazhab dari Sunni, 1 mazhab dari Syiah, dan Khawarij yang mempelajari tentang fiqih. Seseorang yang sudah menguasai ilmu fiqih disebut Faqih.


 

Pengharaman khamar serta menerangkan bahwa khamar itu terbuat dari perasan anggur, kurma basah, kurma kering dan lain sebagainya yang dapat memabukkan

Hadis riwayat Ali bin Abu Thalib ra., ia berkata:
Aku mendapat seekor unta bersama Rasulullah saw. dari rampasan perang
Badar. Dan Rasulullah saw. memberiku seekor unta yang lain. Pada suatu hari aku menderumkan keduanya di depan pintu seorang sahabat Ansar, aku hendak memuatkan idzkhir (sejenis tumbuh-tumbuhan) di atas kedua unta tersebut untuk aku jual kepada seorang tukang emas dari Bani Qainuqa` yang datang bersamaku. Uang penjualan itu akan kupergunakan membantu walimah Fatimah ra. Pada saat itu, Hamzah bin Abdul Muthalib ra. sedang minum minuman keras di rumah tersebut. Ia ditemani seorang budak perempuan yang bernyanyi untuknya. Budak itu berkata: Hai Hamzah, perhatikanlah unta-unta yang gemuk itu! Tiba-tiba Hamzah melompat ke arah kedua untaku dengan pedang, lalu ia potong ponok keduanya dan ia belah lambung keduanya, kemudian ia ambil hati keduanya. Aku katakan kepada Ibnu Syihab: Dan bagaimana dengan ponoknya? Ia berkata: Ponok-ponoknya di pangkas dan dibawa pergi. Kata Ibnu Syihab: Ali berkata: Dan aku menyaksikan pemandangan yang mengerikan itu. Lalu aku mendatangi Rasulullah saw. yang pada saat itu Zaid bin Haritsah sedang berada di dekat beliau. Aku pun menceritakan peristiwa tersebut. Kemudian beliau bersama Zaid keluar dan aku juga ikut bersama beliau. Lalu beliau masuk menemui Hamzah dan marah kepadanya. Hamzah mengangkat pandangannya, kemudian berkata: Kalian ini tidak lain hanyalah budak-budak bapakku! Rasulullah saw. kemudian mundur ke belakang lalu meninggalkan mereka


 

Muamalat

Muamalat itu adalah semua hukum syariat yang bersangkutan dengan urusan dunia,dengan memandang kepada aktiviti hidup seseorang seperti jual-beli, tukar-menukar, pinjam-meminjam dan sebagainya.
Muamalat juga merupakan tatacara atau peraturan dalam perhubungan manusia sesama manusia untuk memenuhi keperluan masing-masing yang berlandaskan syariat Allah s.w.t yang melibatkan bidang ekonomi dan sosial Islam .
Muamalat yang dimaksudkan ialah dalam bidang ekonomi yang menjadi tumpuan semua orang bagi memperoleh kesenangan hidup di dunia dan kebahagian di akhirat.

Prinsip Mu'amalat Islami :

Hukum Islam adalah hukum yang berorientasi kemaslahatan sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia, baik individu maupun masyarakat (mashalih al-'ammah). Orientasi ini menjadi pertimbangan mendasar bagi setiap mu'amalat yang terjadi, baik bagi yang sudah ada, maupun bagi yang baru muncul yang banyak direspon oleh masyarakat seperti Network Marketing / MLM.

Mu'amalat Islami adalah HALAL selama dibangun di atas prinsip-prinsip berikut:

1. Tabadul al-manafi' (tukar-menukar barang yang bernilai manfa'at);

2. 'An taradlin (kerelaan dari kedua pihak yang bertransaksi dengan tidak ada paksaan);

3. 'Adamu al-gharar (tidak berspekulasi yang tidak jelas / tidak transparan),

4. 'Adamu Maysyir (tidak ada untung-untungan atau judi seperti ba 'i al-hashat yi: melempar barang dengan batu kerikil dan yang terkena lemparan itu harus dibeli, atau seperti membeli tanah seluas lemparan kerikil dengan harga yang telah disepakati, dan ba 'i al-lams yi: barang yang sudah disentuh harus dibeli),

5. 'Adamu Riba (tidak ada sistem bunga-berbunga),

6. 'Adamu al-gasysy (tidak ada tipu muslihat), seperti al-tathfif (curang dalam menimbang atau menakar),

7. 'Adamu al-najasy (tidak melakukan najasy yaitu menawar barang hanya sekedar untuk mempengaruhi calon pembeli lain sehingga harganya menjadi tinggi),

8. Ta 'awun 'ala al-birr wa al-taqwa (tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa),

9. Musyarakah (kerja sama).


 

Beberapa hal yang bertentangan atau dapat merusak tauhid, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama, agar anda berhati-hati terhadapnya.

  1. Memakai penangkal dengan tujuan menolak bala atau menghilangkannya, seperti kalung dan benang, baik yang terbuat dari kuningan, tembaga, besi ataupun kulit. Perbuatan seperti itu termasuk syirik.
  2. Mantera-mantera bid'ah dan jimat-jimat. Mantera-mantera bid'ah ialah yang mengandung rumus-rumus dan kata-kata yang tidak dipahami, meminta bantuan jin untuk mengenali penyakit atau melepaskan sihir (guna-guna). Atau memakai jimat-jimat, yaitu yang biasa dipakaikan kepada manusia atau hewan berupa benang atau ikatan, baik yang bertuliskan ungkapan (do'a) bid'ah yang tidak terdapat dalam Al Quran dan Sunnah, maupun (do'a-do'a) yang terdapat dalam keduanya – menurut pendapat yang shahih. Karena hal ini dapat menjadi sarana menuju perbuatan syirik. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam bersabda : "Sesungguhnya jampi-jampian, jimat-jimat dan pelet (guna-guna) adalah syirik". HR. Ahmad dan Abu Daud. Dan termasuk dalam hal ini, meletakkan mushaf (Al Quran) atau menggantungkan kertas, sekeping tembaga atau besi yang bertuliskan lafzhul Jalalah (nama Allah) atau ayat Kursi di dalam mobil, dengan keyakinan bahwa (tindakan) itu dapat menjaganya dari segala yang tidak diinginkan, seperti penyakit 'Ain (yang disebabkan oleh pandangan jahat) dan seumpamanya. Demikian juga halnya, meletakkan sesuatu berbentuk telapak tangan atau lukisan, yang didalamnya terdapat gambar mata dengan keyakinan bahwa ini juga dapat mencegah penyakit 'Ain. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam bersabda : "Barang siapa yang menggantungkan sesuatu (jimat) dia akan diserahkan (urusannya) kepada jimat tersebut". HR. Ahmad, Tirmizy dan Al Hakim.
  3. Termasuk yang dapat merusak tauhid, meminta berkat (tabarruk) kepada seseorang atau mengusap-usap tubuhnya dan mengharapkan berkah daripadanya. Atau mencari berkat dipohon-pohon, batu-batu dan lain-lain. Bahkan Ka'bah sendiri tidak boleh mengusap-usapnya dengan tujuan mencari berkah. Umar bin Khattab ra ketika mencium Hajarul Aswad pernah berkata : "Sesungguhnya aku tahu, bahwa kamu adalah sebuah batu yang tidak dapat memberi manfa'at dan madharat. Kalau bukan karena aku pernah melihat Rasulullah SAW menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu".
  4. Di antara yang dapat membatalkan tauhid, menyembelih atas nama selain Allah subhanahu wata'ala, baik wali-wali, setan-setan atau jin dengan maksud mengambil manfa'at atau menghindarkan madrahat dari mereka. Ini adalah syirik besar (akbar). Sebagaimana tidak dibenarkan menyembelih atas nama selain Allah subhanahu wata'ala, tidak dibenarkan pula menyembelih di tempat penyembelihan atas nama selain Allah, sekalipun dengan niat menyembelih karena Allah subhanahu wata'ala. Hal ini dalam ra ngka menutup jalan yang dapat membawa kepada kesyirikan.
  5. Bernadzar kepada selain Allah subhanahu wata'ala. Nadzar ialah suatu ibadah yang tidak boleh ditujukan kepada selain Allah subhanahu wata'ala.
  6. Meminta tolong dan perlindungan kepada selain Allah subhanahu wata'ala. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam berkata kepada Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma: "Apabila kamu ingin meminta (sesuatu), maka mintalah (hanya) kepada Allah subhanahu wata'ala, dan apabila kamu meminta pertolongan, maka minta pertolongan-lah (hanya) kepada Allah. Dengan demikian, tahulah kita bahwa berdo'a (meminta sesuatu) kepada jin adalah terlarang.
  7. Termasuk yang dapat menggerogoti keutuhan tauhid, sikap berlebih-lebihan (ghuluw) terhadap wali-wali dan orang-orang shaleh dengan memberi mereka kedudukan lebih tinggi dari yang seharusnya. Misalnya berlebih-lebihan dalam memuliakan mereka, atau menyamakan kedudukan mereka dengan kedudukan para rasul atau menyamakan kedudukan mereka dengan kedudukan para rasul atau berkeyakinan bahwa mereka orang yang ma'shum (terpelihara dari berbuat dosa).
  8. Melakukan thawaf di kuburan. Perbuatan ini termasuk syirik (menyekutukan Allah subhanahu wata'ala). Tidak dibenarkan shalat di kuburan, karena ia dapat mengantar kepada syirik, apalagi kalau shalat itu ditujukan kedanya atau dengan maksud menyembahnya. Na'uzubillah.
  9. Demi menjaga kemurnian tauhid, kita dilarang membangun kuburan, membuat kubah-kubah dan masjid-masjid di atasnya serta menplesternya (dengan keramik, pualam, dan lain-lain).
  10. Memakai sihir, mendatangi tukang sihir, tukang tenung (dukun), paranormal (ahli nujum) dan yang sama dengan mereka. Tukang-tukang sihir adalah (dihukum) kafir. Oleh sebab itu tidak dibenarkan mendatangi, bertanya (sesuatu) dan membenarkan mereka, sekalipun mereka dijuluki wali atau bergelar kiyai dan seumpamanya.
  11. Thiyarah (percaya kepada petanda baik atau buruk). Yaitu merasa pesimis (sial) dengan pertanda burung, hari, bulan ataupun seseorang. Semua kepercayaan seperti ini tidak dibolehkan sama sekali, karena thiyarah itu adalah syirik sebagaimana disebutkan dalam hadist.
  12. Termasuk yang dapat merusak akidah tauhid, terlalu menggantungkan harapan (nasib) kepada sebab (usaha), seperti menggantungkan nasib kepada dokter, pengobatan, pekerjaan dan lain-lain, tanpa menghiraukan sikap tawakal kepada Allah subhanahu wata'ala. Padahal, yang disyari'atkan ialah menempuh segala sebab (usaha) itu seperti berobat dan mencari rezki dengan tetap menggantungkan harapan kepada Allah subhanahu wata'ala, bukan kepada usaha itu.
  13. Meramalkan kejadian yang akan datang atau hal-hal yang ghaib dengan perantaraan bintang-bintang, padahal bintang-bintang itu diciptakan (Allah subhanahu wata'ala) bukanlah untuk tujuan tersebut.
  14. Meminta hujan dengan perantaraan bintang, planet-planet dan musim-musim serta berkeyakinan bahwa bintang-bintang yang menyebabkan tidak datangnya pada waktunya. Akan tetapi, yang menurunkan dan menahan hujan itu adalah Allah subhanahu wata'ala. Oleh sebab itu, katakanlah: "Kita dituruni hujan karena karunia dan rahmat Allah subhanahu wata'ala ".
  15. Dan diantara yang bertentangan dengan akidah tauhid, memberikan sesuatu dari bentuk ibadah yang berhubungan hati kepada selain Allah subhanahu wata'ala. Misalnya, memberikan rasa cinta atau takut yang mutlak kepada makhluk.
  16. Termasuk yang dapat merusak akidah, tidak merasa khawatir kepada makar dan azab Allah subhanahu wata'ala, atau berputus asa dari rahmat-Nya. Tetapi, jadilah anda berada di antara rasa takut (dari azab Allah) dan berharap (kepada rahmat-Nya).
  17. Tidak sabar, jengkel dan tidak menerima qadar (ketentuan) Allah. Misalnya, ungkapan mereka: "Ya Allah! Kenapa Engkau lakukan ini padaku!?", atau: "Kenapa Engkau perlakukan si fulan seperti ini!?", atau: "Kenapa semua ini mesti terjadi ya Allah!?" dan ungkapan lain seumpamanya, seperti meratapi orang meninggal, merobek-robek pakaian dan mengiraikan rambut.
  18. Berbuat amal kebajikan karena riya dan mencari popularitas atau beramal karena mengharapkan kepentingan duniawi semata.
  19. Mengikuti ulama dan pemimpin dalam menghalalkan yang haram atau mengharam-kan yang halal. Ketaatan seperti ini termasuk perbuatan syirik.
  20. Perkataan: "Karena kehendak Allah dan kehendakmu"' atau: "Kalau bukan karena Allah dan karena si anu"' atau: "Saya bergantung kepada Allah dan kepadamu". Padahal ia mesti menggunakan kata "kemudian" (sebagai ganti kata "dan") dalam ungkapan-ungkapan di atas. Hal ini berdasarkan perintah Rasulullah, bahwa apabila seseorang bersumpah hendaklah ia mengatakan (ungkapan seperti ini): "Demi Tuhan (Yang memiliki) Ka'bah" atau: "Karena kehendak Allah, kemudian kehendakmu". HR. An Nasa-i.
  21. Mencela masa, zaman, hari dan bulan.
  22. Meremehkan agama, rasul-rasul, Al-Qur'an dan Sunnah. Atau memperolok-olok kan orang-orang shaleh dan para ulama, disebabkan komitmen mereka mengamalkan dan mensyi'arkan Sunnah, seperti memelihara jenggot, memakai di atas mata kaki dan amalan-amalan Sunnah lainnya.
  23. Memberikan nama seseorang dengan "Abdun Nabi (Hamba Nabi)", "Abdul Ka'bah (Hamka Ka'bah)" atau "Abdul Husain (Hamba Al Husain)". Nama-nama seperti ini tidak boleh digunakan oleh agama. Akan tetapi, nama-nama yang mengandung 'ubudiyah (makna penghambaan) mesti disandarkan kepada nama Allah semata, seperti "Abdullah" dan "Abdul Rahman".
  24. Melukis gambar-gambar makhluk bernyawa, mengagungkan dan menggantungkannya di dinding atau di tempat-tempat pertemuan dan sebagainya.
  25. Meletakkan gambar salib, melukis atau membiarkannya menempel di pakaian tanpa mengingkarinya. Padahal, yang semestinya dilakukan adalah menghancurkan atau menghilangkan.
  26. Memberikan loyalitas (wala') kepada orang-orang kafir dan munafik dengan cara menghormati, memuliakan, mencintai dan bangga dengan mereka, bahkan memanggil mereka dengan panggilan "sayyid" (tuan yang mulia).
  27. Menghukum dengan selain hukum Allah subhanahu wata'ala dan menempatkan undang-undang (buatan manusia) pada posisi hukum syari'at-Nya, dengan keyakinan bahwa undang-undang tersebut tidak relevan (sesuai) untuk dijadikan hukum positif dari hukum syari'at Allah subhanahu wata'ala. Atau berkeyakinan bahwa undang-undang ter-sebut sama saja atau bahkan lebih (tinggi) kedudukannya dan lebih sesuai dengan perkembangan zaman sekarang. Sikap manusia yang menerima saja pandangan seperti ini, termasuk yang dapat menafikan tauhid
  28. Bersumpah atas nama selain Allah subhanahu wata'ala, seperti bersumpah atas nama nabi, atas nama amanah dan lain-lain. Nabi shallallahu 'alaihi wasalambersabda: "Barang siapa yang bersumpah atas nama selain Allah subhanahu wata'ala, maka sesungguhnya ia telah kafir atau syirik". (HR. Tirmidzy dan dihasankannya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar